Home: Part 1
Setelah sekian lama meradang rindu, akhirnya aku kembali ke kampung halaman tercinta. Tanah yang telah menghidupiku sejauh aku mampu mengingat. Entah berapa ratusan kali ku khianati belas kasihnya. Namun ia tetap setia menunggu di sini, nggak pindah- pindah (yaeyalah, plis deh). Tak ubahnya Malin Kundang yang durhaka, aku mulai terlena dengan kehidupan baruku sebagai mahasiswi maha(sok)sibuk. Dengan berdalih banyak tugas & kegiatan, aku bebas absen selama berbulan- bulan dari tradisi anak kuliahan: mudik tiap minggu. Yah,abis bingung juga mau ngapain?? Secara ortu juga tinggal nun jauh di mato. Alhasil, Sragen, kota kecilku pun kehilangan daya tariknya. Ups, soriii darling. Hehehe
Bisa dihitung berapa kali aku sudi menyempatkan diri untuk pulang kampung. Hanya demi bernostalgia dengan atmosfer kota masa kecilku ini atau sekedar bertegur sapa dengan sanak keluarga. Ku coba mengingat, ternyata tak lebih dari hitungan jari.
Aku yang berdarah muda seakan jengah dengan rutinitas yang dulu kujalani. Betapa membosankan dan menyedihkannya masa- masa itu. Aku ingin berlari, bahkan terbang bila aku mampu beli tiket pesawat. Bermain dengan mimpi- mimpiku yang tak lagi sederhana. Berlari menjauh dari segala potret diriku yang dahulu. Masa- masa dimana aku beranjak menjadi remaja. Jatuh bangun yang ku lalui (dangdut abis). Segala tempaan hidup yang mendera sejak aku mampu merasakan pedihnya racun kehidupan. Aku benar- benar bosan mengenang perjuanganku menemukan penawar bagi kehidupan. Kehidupan yang selalu menyuguhkan berbagai sisinya yang tak pernah sama. Meledek kita dengan lelucon- leluconnya yang nakal. Tak pernah hanya hitam atau putih. Bagiku kehidupan menawarkan degradasi dan komposisi warna yang rupawan. Menggoda namun menjebak. You know what?Justru dari kumpulan- kumpulan warna itulah aku tercipta.
Sejak kecil, aku belajar menyukai setiap komposisi warna yang digoreskan dalam kanvas kehidupanku. Dan bagiku kota ini adalah kanvas itu. Dunia masa kecilku. Saksi bisu bagaimana Sang Pelukis menorehkan warna hitam pekatnya sebagaibackground yang secara perlahan terdegradasi menjadi lebih terang. Semakin menanjak kurva usiaku, warna- warna lain pun semakin marak berdatangan. Lebih indah atau semakin abstrak? Entahlah.
Aku hanya tau bahwa kanvas ini telah penuh dengan guratan warna. Tak ada lagi ruang kosong.
I need a brand new one!
Please don't get it wrong, pals.
I do love my hometown meskipun aku telah lama berpaling darinya. Ceritanya lagi pengen selingkuh sama kanvas baruku: Jogjakarta.
Selama dua tahun mencorat- coret, begitu banyak warna yang tak ku kenal turut meramaikan kanvas ku saat ini. Memang ia tak baru lagi, tapi ia masih akan menemaniku mungkin dua tahun ke depan..or less. Hehe
OK, kita skip dulu Jogja- nya, aku mau menebus kesalahan pada cinta pertamaku, Sragen ASRI (Aman Sehat Rapi Indah).
Rindu oh Rindu.
Aku tak tau sejak kapan rasa ini terselip dalam hatiku. Beberapa hari aku jarang makan (kebetulan lagi puasa), badan demam gak karuan (WASPADAI gejala malarindu), mood dalam kondisi step up - step down (bentar lagi konslet), hati resah gelisah gundah gulana (dompet pas- pas an, udah ditagih bayar kost pula). huft.
Yah, intinya nelangsa lah yaa. Then I made a sudden decision: I'M COMING BACK HOME!
Lagunya Michael Buble pun mendadak jadi backsound- nya
May be surrounded byA million people IStill feel all aloneI just wanna go home...Another aeroplaneAnother sunny placeI'm lucky, I knowBut I wanna go homeLet me go homeI'm just too far from where you areI wanna come home...Let me go homeI've had my runBaby, I'm doneI gotta go homeLet me go homeIt will all be all rightI'll be home tonightI'm coming back home
Dengan mantap, aku melangkah keluar rumah. Nafasku memburu. Jantungku berdegup kencang. Aku pun tersenyum lega ketika berhasil mencapai unjung gang dan ENG..ING..ENG..nggak ketahuan ibu kost!!! Horeeeeee
Dalam hati aku berdoa semoga aku menemukan apa yang ku cari dan ku rindukan selama ini. Aku yakin hanya di rumah lah akan ku temukan jawabannya. Kepingan yang hilang. Bagian dari diriku..
- To be continued -
Comments
Post a Comment