ASP: Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan

Organisasi sector public telah lama mendapat kritikan mengenai kinerja mereka yang dianggap inefficient, penuh pemborosan, ajang korupsi, dan selalu merugi bila dibandingkan dengan pihak swasta. Tuntutan untuk menjadi lebih transparan, memiliki akuntabilitas, efektif, dan efisien pun menjadi isu utama dalam perkembangannya. Hal ini mendorong organisasi sector public untuk menerapkan konsep value for money yang terdiri dari tiga elemen yaitu ekonomi, efektif, dan efisien dalam mengelola usaha atau kegiatannya. Dalam rangka mengadakan perbaikan pada sector public, pemerintah Indonesia melakukan berbagai cara antara lain dengan melakukan reformasi birokrasi di beberapa departemen negara.
Salah satu reformasi birokrasi di badan pemerintahan yang cukup menyedot perhatian public adalah yang terjadi di departemen keuangan. Terjadinya reformasi birokrasi ini tentunya membawa dampak yang besar bagi praktik akuntansi di sector public. Sebagai contoh adalah peralihan penerapan system anggaran dari system tradisional menjadi system Analisa Beban Kerja (ABK). Sistem tradisional harus diganti karena memiliki beberapa kelemahan antara lain:
1.      Penyusunan anggaran berdasarkan kebutuhan belanja dan tidak melalui proses analisa rangkaian kegiatan yang merupakan pengejawantahan dari tujuan yang telah ditetapkan.
2.      Kurangnya pengendalian terhadap pelaksanaan anggaran tersebut karena tidak diteliti kembali apakah dana anggaran tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien. Penilaian kinerja berdasarkan ketepatan realisasi anggaran, artinya bila terjadi deficit atau surplus itu dianggap tidak baik. Hal ini juga yang dapat mendorong terjadinya korupsi di lembaga pemerintahan.

Penerapan system anggaran Analisa Beban Kerja diharapkan mampu memperbaiki kekurangan- kekurangan tersebut. Sistem yang baru ini akan lebih memanfaatkan akuntansi- manajemen untuk menyediakan informasi yang dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Proses penyusunan anggaran dimulai dengan perencanaan yang meliputi penentuan visi, misi, rencana strategis, tujuan, target, dan sasaran yang ingin dicapai. Selanjutnya menentukan indicator kinerja yang akan digunakan sebagai ukuran penilaian tingkat keberhasilan yang dicapai. Dengan demikian, tolak ukur keberhasilan tidak hanya dilihat dari ketepatan realsasi dengan anggaran tapi juga seberapa efektif dan efisien penggunaan dana tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tahap berikutnya adalah evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan prioritas program. Hal ini dilakukan mengingat terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Dalam tahap ini akan diperlukan informasi akuntansi manajemen untuk menentukan mana yang lebih baik dilihat dari segi input, kualitas produk atau pelayanan, biaya, dsb. Kemudian langkah yang terakhir adalah analisa standar biaya. Pada langkah yang terakhir ini akan dibutuhkan penerapan dari cost accounting. Selain itu, untuk mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi, departemen keuangan juga mengeluarkan Standard Operating Procedures (SOP) yang baru.
Dalam reformasi birokrasi di badan pemerintahan, khususnya departemen keuangan saat ini diperlukan peran besar akuntan sector public baik akuntan keuangan maupun manajemen. Reformasi tersebut membawa perubahan yang cukup signifikan dalam penyajian informasi yang dibutuhkan untuk menciptakan good governance yaitu transparan, akuntabilitas, efektif, dan efisien. Dengan demikian, diperlukan standard akuntansi public yang sesuai dengan kondisi tersebut. Misalnya saja akuntan manajemen di sector public tidak dapat menerapkan cost accounting dan management accounting seperti yang diterapkan pada pihak swasta sepenuhnya. Dibutuhkan modifikasi yang sesuai dengan lingkungan dalam hal ini depkeu karena sector public dipengaruhi oleh berbagai factor yang lebih luas daripada sector swasta. Terutama factor politik mengenai kebijakan otoritas yang lebih tinggi atau ketentuan tertentu. Seorang akuntan manajemen sector public harus mampu mengidentifikasi cost driver dari masing- masing aktivitas untuk melakukan reduce cost sehingga akan tercipta efisiensi. Dengan demikian biaya pelayanan yang harus dibayarkan kepada masyarakat menjadi lebih murah. Selain itu diperlukan system pengendalian kualitas dan penilaian kinerja yang sesuai dengan indicator keberhasilan sehingga program- program pemerintah dapat dijalankan secara efektif dan tepat sasaran.


Sumber:
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offsett.

Comments

Popular posts from this blog

ASP: Akuntansi Masjid vs Gereja

Grateful for Every Little Thing

Teori Akuntansi: International Accounting