Nyinyir atau Kasih Udzur?

Kemarin dan hari ini, aku dengar dua orang yang selama ini ku jadikan sumber referensi dibuka kesalahannya atau ada berita yang kurang enak tentang beliau2. Ada yang kejadiannya sudah lama, tapi somehow diperdengarkan lagi hari ini. Terus terang, aku gak ngerti. Karena terkadang orang2 yang terlibat pun sama2 tokoh yang ku anggap reliable.

Di tengah kebingunganku, lagi2 Allah menuntunku untuk menemukan video yang dulu pernah sku share, yang intinya tentang cara memandang kesalahan/ kegagalan sebagai proses pembelajaran. Then something struck me. To live in a society where perfection is crazily pursued, our tolerance towards mistakes or failures is generally low. Padahal kita kan memang hanya manusia biasa ya? Pasti pernah salah dan gagal. Seringkali, ekspektasi kita sendiri yang terlalu tinggi terhadap sesuatu atau seseorang membuat kita meninggikan ia diatas yang seharusnya. We expect him to be mistake-free. Subhanallah.

Maka ketika ia slips, rasanya hilang semua segala kebaikannya. Terbuktilah peribahasa lama, "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga." Mestinya kan gak begitu ya?

Mengapa kita ga boleh begitu?
Manusia itu diciptakan lemah sehingga wajar berbuat salah/ khilaf dan sebaik-baiknya manusia adalah yang berbuat salah kemudian segera bertaubat.

Maka, ada baiknya sikap kita ketika menemui ulama/guru/saudara kita yang salah:
1. Berilah dan mudahkanlah udzur bagi saudaramu.
2. Sibukkan dengan aib diri sendiri, jadi ga sempet mikirin aib orang lain.
3. Sibuklah beramal baik. Perjalanan masih panjang, bekal kita masih gini2 aja. Jangan sampai tergerus sama prasangka, ghibah, zhalim, atau dosa ke sesama lainnya.
4. Hormati ulama. Ketahui dan terima dimana posisi kita --- ini untuk yang awam ya, sama kayak saya. Kita ini bukan pada posisi menjudge. Ilmu aja masih mini tiny winny bitty.. masih fakir. Kok ya sempet2nya ngrecokin urusan orang yang kita ga tahu seluk beluknya? Yg amal baiknya kemungkinan besar jauh melebihi kita? Apa ga takut kalau ternyata kita menyakiti seorang hamba yang kedudukannya tinggi di hadapan Rabbul'alamiin?
5. Jagalah lisan dan hati. Tentunya kita ga mau dianggap kufur karena meniadakan segala kebaikan seseorang hanya karena satu kesalahan? Jadilah orang yang senantiasa mengingat kebaikan orang lain. Yang salah dan khilaf mah cepet2 kasih udzur, maafkan, doakan, ingatkan (nasihati) saudara kita sebagai bentuk dukungan agar ia kembali ke jalan yang benar. Note: yang namanya mendukung itu beda semangatnya dengan nyinyir/mengkritisi/nyari2 kesalahan. Ketika mindset kita mendukung, maka attitude yang kita tunjukkan pun pasti akan berbeda.
6. Fokus belajar adab dan ilmu. Serahkan urusan pelik itu ke ahlinya. Semoga para ulama kita tercinta ini saling menasihati dalam ketaatan dan kebaikan (dan ku percaya begitu InsyaaAllah)
7. Spread love, peace, & positivity. Do not let your heart filled with hatred. It's tiring & poisonous.
8. Berdoalah agar Allah tunjukkan yang haq sebagai haq dan yang bathil sebagai bathil. Semoga pihak yang salah segera ditunjukkan kesalahannya dan bertaubat.

Namun, dibalik ujian itu pasti ada hikmahnya. Lihatlah betapa rukunnya tokoh2 lain yang turut memback-up beliau. Seneng liatnya :)

Well, I guess to be 'nyinyirin' is always way easier than holding our tounge in silence when we have no knowledge/authority over an issue. Tapi memang sifat manusia kan suka milih yang gampang ya? Na'udzubillah.

Yuk salurkan kepedulian kita tentang agama dan saudara seagama atau non-muslim dalam bingkai yang lebih santun dan supportive. Kalau ada orang jatuh, ya kan kita tolong.. bukan kita sukurin/ketawain. Ya toh?



Soerabaja, 23 July 2018

Edited: 5-6 Aug 2018, 22 Des 2021


Catatan:
Ini dalam konteks kesalahannya bukan pada hal2 yang pokok seperti Aqidah. Lebih kepada slips of tounge atau kesalahan pribadi yang belum terbukti kebenarannya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

ASP: Akuntansi Masjid vs Gereja

Grateful for Every Little Thing

Teori Akuntansi: International Accounting