Substansi Kementerian Agama


Sekilas tentang Kementerian Agama
Kementerian agama (kemenag) berdiri pada tanggal 3 Januari 1946[1]. Kemenag dipimpin oleh seorang Menteri Agama yang membawahi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal (bertindak sebagai pengawas di lingkungan internal Kemenag), dan tujuh direktur jenderal (ditjen) antara lain ditjen pendidikan Islam, ditjen penyelenggaraan haji dan umrah, ditjen untuk masing- masing kelima agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha, serta Balitbang dan diklat. Kemenag didirikan untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama, mengusahakan terciptanya kerukunan antar umat beragama, dan memfasilitasi kegiatan dan tempat peribadatan (misalnya menjamin kualitas penyelenggaraan ibadah haji).

1.      Apa substansi dari Kementerian Agama dan nilai nyatanya bagi masyarakat?
Substansi Kemenag
Keberadaan Kemenag menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah Negara sekuler yang memisahkan kehidupan bernegara dengan kehidupan agama. Justru sebaliknya, Indonesia merupakan Negara yang menjalankan fungsi kenegaraan maupun sosialnya dilandaskan pada dasar Ketuhanan. Hal ini sesuai dengan Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang menjiwai sila- sila berikutnya. Pancasila merupakan dasar yang diharapkan dapat menjadi landasan bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupannya diberbagai sector. Maka jelas, bahwa kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dikuatkan lagi secara konstitusional dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 1,2, dan 3 yang menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Y.M.E. Bahkan, ketika seorang WNA ingin menjadi WNI, ia harus mengucap sumpah yang diawali dengan menyebut “Demi Allah/ Tuhan YME…”[2]
Poin lain yang perlu dicermati adalah peran strategis Kemenag dalam kehidupan bermasyarakat di tanah air antara lain: meningkatkan wawasan keagamaan yang dinamis, memperkuat peran agama dalam pembentukan karakter dan peradaban bangsa, dan meningkatkan kerukunan antar umat beragama.[3] Dari uraian dan pengamatan di dunia praktik, dapat disimpulkan bahwa substansi dari Kemenag selain di bidang pendidikan moral dan agama, yang paling esensial adalah membantu terciptanya hubungan yang harmonis, rukun, dan penuh toleransi bukan hanya antar umat beragama tetapi juga antar aliran dalam suatu agama tertentu.
Melalui kunjungan ke website resmi Kementerian Agama, dapat dilihat bahwa kegiatan atau ditjen yang mengurusi Islam lebih dominan. Hal ini di satu sisi diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan muslim yang jumlahnya jauh lebih besar daripada pemeluk agama lain (sekitar 88% dari seluruh penduduk Indonesia).
Kontribusi nyata Kementerian Agama terhadap masyarakat:
·         Bidang Pendidikan: mengawasi sekolah- sekolah keagamaan, memberikan beasiswa Depag kepada pelajar dari SD hingga perguruan tinggi, sertifikasi guru agama, penetapan standar pendidikan agama untuk siswa SD hingga mahasiswa, sosialisasi zakat, wakaf, dll.
·         Bidang Ibadah: penyelenggaraan umrah dan haji, mengurusi zakat & wakaf, pernikahan.
·         Sertifikasi Halal
·         Penetapan Hari Raya Islam
·         Berperan dalam proses pendamaian apabila terjadi konflik agama.
·         dsb.
Fenomena mengenai Kemenag:
a.       Selama ini kemenag lebih identik dengan agama Islam sebagai agama yang dominan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peran yang dilakukan oleh Kemenag lebih banyak yang berkaitan dengan Islam, seperti dalam struktur organisasinya sendiri terdapat ditjet pendidikan Islam alih- alih ditjen pendidikan agama yang bersifat umum untuk mengakomodasi pendidikan kelima agama. Meskipun mungkin pertimbangan Kemenag adalah jumlah umat muslim yang jauh lebih besar. Kemudian terkait dengan beasiswa yang diberikan Depag, biasanya calon penerima beasiswa merupakan pelajar di sekolah- sekolah Islami. Selain itu, Menteri Agama selalu berasal dari kaum Muslim sehingga seringkali menimbulkan pertanyaan apakah hal ini memang disengaja? Bagaimana jika Menteri Agamanya dari agama selain Islam? Apakah akan terjadi konflik di masyarakat?
b.      Aktivitas Kemenag terkait keempat agama lain selain Islam kurang terdengar atau mungkin kurang sosialisasi.
2.      Apakah Kementerian Agama berhasil menjembatani pluralism agama di Indonesia?
Menurut pendapat saya, kementerian agama melalui pendidikan keagamaan di sekolah telah menanamkan nilai- nilai moral, terutama menekankan pentingnya toleransi terhadap perbedaan dalam hidup bermasyarakat. Perlu dicermati bahwa masyarakat Indonesia saat ini pada umumnya bersikap lebih moderat dan toleran, terutama kaum intelektual. Terlebih lagi semenjak Alm. Gus Dur menetapkan bahwa bangsa Indonesia harus menghormati hak umat Kong Hu Chu untuk beribadah secara terbuka.
Namun saya melihat bahwa peran aktif Kementrian Agama dalam mendamaikan konflik agama perlu ditingkatkan. Seperti misalnya kasus GKI Yasmin di Bogor dimana umat Gereja tersebut tidak diijinkan untuk beribadat di dalamnya. Kasus lain yaitu Ahmadiyah yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Sebaiknya Kemenag segera menindaklanjuti apakah ajaran Ahmadiyah itu termasuk dalam penodaan agama seperti yang dijelaskan dalam Ketetapan Presiden RI No. 1/PNPS tahun 1965 sebelum pihak yang tidak bertanggungjawab turut campur dengan menggunakan kekerasan. Bagaimanapun juga, umat Ahmadiyah berhak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan jiwanya. Belum lagi kasus- kasus lain yang berakhir dengan tindakan anarkis dan kekerasan.
Kedepannya, Kemenag diharapkan mampu bekerja sama dengan organisasi keagamaan serta para tokoh/ pemuka agama untuk meminimalisir terjadinya konflik atau tindak kekerasan oleh oknum tertentu yang mengatasnamakan suatu agama.

3.      Bagaimana pendapat anda mengenai pencantuman agama di KTP?
Identitas agama mulai dicantumkan dalam KTP semenjak dikeluarkannya SK Menteri Dalam Negeri pada tahun 1974 yang mengatur tentang hal tersebut. Menurut pandangan saya, pencatuman agama di KTP dapat dipahami sebagai berikut:
a.       Sebagai bentuk penegasan bahwa setiap warga Indonesia diminta (required) untuk memeluk suatu agama tertentu sesuai dengan keyakinannya, atau
b.      KTP merupakan bukti identitas pribadi seseorang. KTP juga merupakan alat bukti bagi Negara bahwa Negara menjamin terpenuhinya hak- hak setiap individu. Dalam hal kolom agama, itu artinya Negara menjamin kemerdekaan setiap individu untuk memeluk suatu agama dan beribadah sesuai dengan kepercayaannya tersebut.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah hanya lima/ enam agama saja yang boleh dicantumkan? Kalau iya, mengapa demikian? Bagaimana jika seseorang menganut agama Shinto atau Yahudi?

Referensi
UU RI Nomor 12 Tahun 2006 pasal 16
UUD 1945 Pasal 29
Website resmi Kementerian Agama Kanwil Kalimantan Selatan. http://kalsel.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=15935 retrieved 05-03-2012 jam 21.30
Website resmi Kementerian Agama. www.kemenag.go.id retrieved 05-03-2012 jam 21.00


[1] Kemenag.go.id
[2] UU RI Nomor 12 Tahun 2006 pasal 16
[3] Sambutan Menteri Agama dalam Artikel Kementerian Agama Perlu Mempertajam Substansi dan Efektivitasnya, Kemenag Provinsi Kalimantan Selatan

Comments

Popular posts from this blog

Teori Akuntansi: Uniformity and Disclosure

Teori Akuntansi: The Income Statement

Akuntansi Sektor Public: Rangkuman Jenis Anggaran